'Aisyiyah

Gerakan Perempuan Muslim Berkemajuan

Berita
Perempuan Berdaya, Cerdas Berpolitik
30 Maret 2023 07:40 WIB | dibaca 58

Menjelang Hari Kartini, Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY, menyelenggarakan saresehan dengan tema 'Perempuan Berdaya, Cerdas Berpolitik, untuk mewujudkan Jogja Istimewa yang Berbudaya'. Acara saresehan yang digelar di Hotel Tasneem, area Purawisata Yogyakarta tersebut dibuka oleh Ketua I  Tim Penggerak PKK DIY GKBRAA Paku Alam (Istri Wagub DIY Paku Alam X). Saresehan menghadirkan empat narasumber sebagai pemantik diskusi yaitu Prof. Inajati     (Komisaris Koran Kedaulatan Rakyat), Dr. Nur Azizah, M.Si. (Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sekaligus anggota Divisi Riset, Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Aisyiyah), Dina Mariana, M.H ( Direktur Eksekutif , Institute for Research and Empowerment - IRE), dan Novia Rukmi S.IP (Sekretaris Koalisi Perempuan Politik Indonesia – KPPI DIY).

Tema “Perempuan Berdaya, Cerdas Berpolitik’  sangat cocok untuk mempersiapkan perempuan jelang pemilu 2024. Salah satu tujuan utama pemilu adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).   Kata Dewan Perwakilan Rakyat sendiri merupakan terjemahan dari House of Representative. Representative berasal dari kata re / present / ative yang berati ‘menghadirkan kembali’.  Apa yang dihadirkan ? Yang harus dihadirkan Kembali adalah pemikiran / gagasan dan kebutuhan / kepentingan perempuan dan laki-laki.

Merujuk pada pemilu 2019, jumlah pemilih perempuan sebesar 51,53 persen, sedangkan pemilih laki-laki sebesar 48,47   persen.  Namun hingga saat ini keterwakilan perempuan di DPR-RI hanya 20,52  persen. Sedangkan di DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi DIY, angkanya berkisar dari 8-26 persen. Keterwakilan perempuan di DPRD Bantul hanya 8 persen. Kota Yogyakarta 12,5 persen, Kulonprogo 20 persen, Gunung Kidul 22 persen, dan tertinggi di Sleman 26 persen. Sekalipun angka angka tersebut menunjukkan kemajuan disbanding dengan capaian perempuan dalam pemilu-pemilu sebelumnya, tetapi angka-angka tersebut juga menunjukkan sebuah dominasi kaum laki-laki dalam kekuasaan politik.

Akibatnya, kebutuhan dan kepentingan perempuan belum terakomodasi dengan baik, misalnya masih sangat sedikitnya fasilitas penitipan anak di kantor, perusahaan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain, padahal ditempat-tempat tersebut banyak mempekerjakan pegawai perempuan. Minimnya fasilitas penitipan anak, fasilitas ruang untuk menyusui, menjadi dilemma bagi perempuan yang bekerja sekaligus juga harus menyusui dan merawat anak. Ini juga terjadi karena masih kurang tegasnya peraturan yang menghruskan adanya fasilitas yang ramah perempuan.

Masalah lain yang memprihatinkan ialah tingginya angka pernikahan anak, dan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan didalam rumah tangga. Bahkan kekerasan seksual terhadap perempuan juga terjadi di beberapa sekolah dan perguruan tinggi. Kekerasan ini pada umumnya terjadi karena ketimpangan relasi kuasa atau  ketidakberdayaan perempuan dihadapan laki-laki / pasangannya.

Karena itulah diperlukan untuk menghadirkan perempuan sebagai anggota DPR dan DPRD dalam jumlah yang lebih besar, sehingga kebutuhan dan kepentingan perempuan lebih terakomodir.  

Dalam kesempatan tersebut Nur Azizah juga menekankan akan pentingnya meningkatkan keberdayaan perempuan dengan cara meningkatkan tingkat kesadaran gender perempuan. Perempuan perlu mengetahui, menyadari dan bergerak untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ketimpangan gender yang ada di masyarakat.

Kita dapat menggunakan definisi Sarah Longwe, seorang konsultan gender dari Afrika,  untuk  memaknai pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan adalah memampukan perempuan untuk mengambil posisi yang setara dengan laki-laki, agar dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan serta memiliki kontrol yang sama terhadap faktor produksi (sumberdaya).  Tahap pertama analisis Longwe adalah dengan mengukur Tingkat Kesetaraan (Longwe mengembangkan konsep sejauh mana perempuan telah setara dengan laki-laki dan telah mencapai pemberdayaan.

Tahap Analisis kedua adalah dengan mengukur  Tingkat Pengakuan Isu Perempuan diangkat dalam kebijakan pembangunan. Semakin berdaya perempuan maka akan semakin tinggi pula isu perempuan diangkat dalam kebijakan politik / pemerintah. Menghadapi pemilu 2024 perempuan perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas perempuan yang mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPR dan DPRD, agar kebutuhan dan kepentingan perempuan lebih terakomodir.

Konsep perempuan berdaya, cerdas dalam berpolitik sangat sesuai dengan prinsip Aisyiyah berkemajuan. Perempuan berkemajuan dalam pandangan Islam adalah kehidupan perempuan yang memiliki derajat dan perlakuan yang sama mulia dengan laki-laki tanpa diskriminasi, yang ukuran kemuliaannya terletak pada ketakwaan, iman, ilmu, dan amal saleh yang dilakukan untuk memerdekakan perempuan dari ketidakberdayaan, dan membawa perempuan dalam kemajuan.

Perjuangan perempuan tidak dapat dititipan pada pihak lain. Seiring dengan semangat emansipasi yang digaungkan oleh R.A. Kartini, perempuan sendirilah yang harus bergerak aktif memperjuangkan kaumnya. (Admin)

Shared Post:
Berita Terbaru
Berita Terkomentari